MAKALH FULL DAY SCHOOL |
Posted: 02 Nov 2020 09:55 AM PST BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konsep full day school (sekolah sehari penuh) merupakan konsep kegiatan belajar-mengajar di sekolah direncanakan akan berlangsung selama 12 jam dan dua kali libur dalam seminggu (sabtu dan minggu). Alasan penerapannya adalah bahwa konsep full day school akan membangun karakter siswa agar tidak menjadi "liar" seperti tawuran atau penyimpangan lainnya ketika berada di luar sekolah karena orang tua masih belum pulang kerja. Juga dengan alasan agar orang tua yang sedang bekerja tidak perlu repot-repot memikirkan anak mereka dan mengawasi tepat waktu. Di satu sisi memang konsep ini menguntungkan para orang tua yang sibuk bekerja sampai sehari penuh. Namun disisi lain perlu diingat bahwa tidak semua orang tua, terutama kaum ibu di Indonesia bekerja di sektor formal dari pagi sampai sore. Banyak para pakar menilai alasan kondisi keluarga yang bekerja tidaklah logis karena masing-masing keluarga memiliki kondisi yang berbeda. Oleh karenanya, tidak bisa digeneralisasikan bahwa sekolah full day school bisa menyelesaikan masalah secara komprehensif di seluruh Indonesia dalam hal pekerjaan atau kesibukan orang tua. Permasalahan lainnya juga muncul dalam hal ketidakseragaman lingkungan belajar di seluruh Indonesia. Konsep sekolah full day school mungkin saja cocok diterapkan di beberapa sekolah perkotaan (urban) dimana tingkat kesibukan kedua orang tua sangat tinggi. Begitu juga di sekolah berasrama (boarding school) dimana kegiatan siswa dipantau selama 24 jam dan memiliki fasilitas asrama. Tetapi, konsep sekolah full day school ini belum layak jika diterapkan di sekolah non-urban dimana kebanyakan orang tua memiliki jadwal kerja fleksibel, adaptis dan memiliki lebih banyak waktu bersama anak-anak mereka di rumah. Konsep ini juga tidak cocok diterapkan pada sekolah non-asrama yang tidak memiliki fasilitas asrama untuk istirahat sejenak atau ganti baju seperti di pesantren. Kemudian, alasan berikut untuk mengurangi kegiatan tawuran siswa di luar sekolah juga tidak rasional karena hanya sebagian kecil saja siswa di Indonesia yang melakukan tawuran. Dari segi geografis, masih banyak siswa di daerah pedalaman yang harus menempuh jarak ke sekolah sampai 5-10 kilometer dan mengahabiskan waktu sampai tiga jam. Tanpa program full day school pun mereka akan sampai di rumah pada sore hari dan jika full day school dipaksakan, anak-anak ini akan sampai di rumah pada malam hari, justru ini akan menambah lagi beban berat bagi mereka. Dalam hal lain, kegiatan siswa selepas pulang sekolah juga beragam dan tidak bisa dipaksakan seragam. Ada siswa yang diajarkan orang tuanya berbisnis dengan menjaga toko atau kios, berkebun di ladang, menangkap ikan di laut, dan mengembala sapi di sawah. Ada juga yang menghabiskan waktunya untuk bermain dan berinteraksi bersama teman-teman sebayanya di sekitar rumah. Maka, penyeragaman konsep full day school tidak akan efektif karena suasana, sarana-prasarana dan kebutuhannya berbeda apalagi bagi anak-anak yang rumahnya jauh dari sekolah di daerah pelosok. Selain belum cocok diterapkan di sekolah non-urban dan non-asrama, model full day school ini juga belum efektif diimplementasikan di sekolah negeri. Terutama sekolah yang masih terbelakang dalam masalah fasilitas seperti komputer, internet, ruangan ber-AC, toilet bersih, lapangan olahraga, dan sarana bermain, ditambah lingkungan sekolah yang tidak nyaman, panas, dan berdebu. Bayangkan saja jika kondisi sedemikian rupa, tanpa program full day school sekalipun akan membuat peserta didik stress dan cepat-cepat ingin pulang. Belum lagi dengan siswa yang lapar di sore hari karena uang jajan sudah habis di waktu pagi. Dalam hal ini, orang tua harus menyediakan uang jajan lebih dan cukup sampai sore hari agar anaknya tidak kelaparan. Tentu keadaan seperti ini sangat tidak cocok untuk keluarga kelas menengah ke bawah, kecuali pihak sekolah bersedia menyediakan bekal makan siang gratis atau jajanan untuk siswa sampai sore hari. Selain lingkungan sekolah yang menyenangkan, kehadiran guru kreatif dan interaktif juga sangatlah penting. Namun sangat sedikit guru dan lingkungan sekolah yang mampu memotivasi siswa agar betah di sekolah. Contoh kecilnya saja jika ada pengumuman rapat guru, para siswa akan sangat senang karena tidak ada kegiatan belajar-mengajar. Fenomena ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar-mengajar di sekolah belum menyenangkan dan dirindukan peserta didik. Selain menjadi beban baru bagi peserta didik, tentu konsep full day school ini juga akan membawa beban baru bagi guru-guru dimana tugas mereka seharian bukan hanya di sekolah saja tetapi juga di rumah bersama keluarga. Meskipun demikian, konsep sekolah full day school ini tidak seluruhnya salah jika didesain dan diformulasikan dengan baik dan tidak buru-buru. Oleh karenanya, perlu adanya kajian mendalam guna mempersiapkan konsep yang matang agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Dalam merumuskan konsep ini kementerian harus menerima dan mempertimbagkan masukan dari berbagai pihak. Jikapun nanti diterapkan, seyogianya harus diimplemantasikan secara bertahap dan tidak langsung merata ke seluruh sekolah di Indonesia. Stakeholder harus memerhatikan dan menyesuaikan dengan kebutuhan siswa yang beragam, kondisi geografis dan kearifan lokal setiap daerah. Sekolah juga harus menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang bisa dipilih sesuka siswa dan harus representatif. Lingkungan sekolah yang ramah anak, nyaman dan menyenangkan juga harus diperhatikan dalam menjalankan kebijakan baru ini. Dalam hal kesibukan orang tua bekerja, kementerian juga harus memetakan daerah mana saja yang tingkat kesibukan kedua orang tua tinggi sehingga cocok untuk diterapkan full day school. Meskipun demikian, penerapan konsep full day school tidak boleh menjauhkan hubungan antara anak-orang tua baik secara kuantitas ataupun kualitas waktu. Seyogianya, orang tua juga tidak boleh lepas tangan dan menyerahkan segala tanggung jawab kepada sekolah, jika ini terjadi, maka fungsi sekolah full day school tak lebih sekedar sebagai tempat penitipan anak. Dalam hal ini, ada beberapa sekolah swasta yang sukses menerapkan konsep sekolah full day school dengan melibatkan orang tua dalam kegiatan belajar tambahan. Sekolah ini telah membuktikan bahwa konsep full day school tidak mengenyampingkan peran orang tua terhadap anak di sekolah. Dengan adanya peran orang tua di sekolah, justru akan terbentuk komunikasi yang baik antara orang tua-guru. Kolaborasi seperti ini juga akan melahirkan anak didik yang berkualitas secara intelektual, emosianal dan spiritual. Meskipun konsep sekolah full day school dilaksanakan, pemerintah harus tetap mendorong peran keluarga atau partisipasi orang tua dalam pendidikan anak. Bagaimanapun juga orang tua adalah sekolah dan guru pertama anak yang memiliki peran sangat signifikan sebagai penentu kesuksesan mereka terutama melalui keteladanan. Untuk Lebih Lengkap Silahkan Download Di Sini!!! 2. Anda akan menemukan halaman baru adf.ly/ 3. Klik pojok kanan atas Skip. 4. Pilih tombol Allowpada pojok kiri atas 5. Kini anda bisa Download Gratis |
You are subscribed to email updates from SUMBER DATA AGUNG. To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google, 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
Posting Komentar